“Menuju Indonesia yang Lebih Sehat Bersama Gerakan ABCDE Dalam Upaya Penerapan Pencegahan HIV/AIDS”
Oleh : Adina Mardhatillah
(Departemen Kesekretariatan)
PENDAHULUAN
Indonesia masih berjuang dalam menekan angka penyebaran HIV/AIDS
yang kian meningkat. Menurut data UNAIDS atau program PBB untuk
HIV/AIDS, menyebutkan bahwa setiap tahunnya ada 46.000 kasus infeksi baru di
Indonesia. Jumlah tersebut tentu sangat banyak jika dibandingkan dengan negara
tetangga, Thailand yang hanya 6.000 per tahun. Peningkatan yang terjadi ini
menunjukkan bahwa situasi penanganan HIV/AIDS di Indonesia masih belum
mumpuni. Bahkan UNAIDS juga menyebutkan bahwa dilihat dari data pada tahun
2019, Indonesia menduduki peringkat Ke-3 terbanyak dalam jumlah penyebaran
HIV Se-Asia Pasifik setelah India dan China.
HIV dan AIDS seringkali dianggap sama, padahal keduanya adalah hal
yang berbeda meskipun berkaitan. HIV atau Human Immunodeficiency Virus
sendiri adalah virus yang menyerang kekebalan tubuh, yang secara spesifiknya
menyerang sel CD4 atau yang kita kenal dengan sebutan sel darah putih. Sel darah
putih merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem kekebalan tubuh
manusia, karena ia berfungsi untuk melawan mikroorganisme asing pembawa
infeksi dan penyakit seperti virus, bakteri dan parasit. Sedangkan untuk AIDS atau
Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang ditimbulkan dari
infeksi HIV yang sudah parah, yaitu infeksi yang berada pada stadium 3.
Masih kurangnya pemahaman masyarakat mengenai HIV/AIDS menjadi
salah satu faktor mengapa penyebaran HIV/AIDS meningkat setiap tahunnya. Orang yang terinfeksi HIV atau Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) seringkali
tidak menyadari bahwa ia telah tertular. Kondisi ini jika tidak segera ditangani
akan memperparah keadaan dari orang tersebut karena penyakitnya yang berisiko
lebih sulit untuk diobati.
Laporan UNAIDS pada akhir 2017 menunjukkan ada sekitar 36,9 juta
orang yang hidup dengan HIV/AIDS atau Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Namun dari total populasi itu, hanya sekitar 75% orang yang menyadari mereka
mengidap kondisi ini. Laporan ini juga mencatat sekitar 940.000 orang di dunia
meninggal akibat penyakit yang muncul sebagai komplikasi AIDS.
Menurut Krittayawan Boonto yang merupakan perwakilan UNAIDS di
Indonesia saat dijumpai di Gedung Teater Salihara, Pada Senin 9 Desember 2019,
mengatakan bahwa Indonesia adalah 1 dari 20 negara yang berkontribusi dalam
jumlah HIV terbanyak di dunia. Saat inipun Indonesia masih punya tantangan soal
stigma mengenai ODHA yang juga kurang dalam supportnya. Stigma negatif
yang selalu melekat baik pada penyakitnya dan pengidapnya masih sangat sulit
terlewati.
Fakta-fakta mengenai daruratnya penyebaran HIV/AIDS merupakan
tantangan yang harus dihadapi, tidak hanya bagi pemerintah namun juga untuk
seluruh lapisan masyarakat. Semua pihak perlu bekerjasama dalam menerapkan
solusi bagi penyebaran dan pengendalian HIV/AIDS agar hasil yang didapat
sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat adalah dengan memperkenalkan bahaya apa saja yang dapat
ditimbulkan HIV/AIDS serta upaya pencegahan apa yang dapat dilakukan. Dalam
upaya pencegahan tersebut ada gerakan yang disebut dengan ABCDE. Gerakan
ini merupakan singkatan dari A untuk abstinence, B untuk be faithful, C untuk condom, D untuk don't use drugs dan E untuk equipment. Gerakan ABCDE ini
disosialisasikan oleh Kementerian Kesehatan dengan harapan dapat menurunkan
angka kasus HIV/AIDS yang ada di Indonesia.
ISI
Salah satu hambatan yang besar dalam upaya pencegahan HIV/AIDS
berkaitan dengan stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Stigma
tersebut berupa anggapan bahwa penyakit HIV didapat dari perilaku tidak
bermoral yang tidak dapat diterima di masyarakat. Padahal ada berbagai perantara
yang dapat menyebabkan infeksi dari penyakit ini. Munculnya stigma ini timbul
karena masih minimnya pengetahuan masyarakat. Dalam upaya pencegahan
HIV/AIDS masyarakat tidak hanya perlu mengetahui, namun juga perlu
memahami tentang bagaimana sebenarnya bahaya dari HIV.
Ada berbagai jalur transmisi dalam penularan HIV/AIDS. Yang pertama
adalah melalui kontak seksual. Jalur ini sering terjadi karena hubungan seks yang
tidak aman dengan orang yang terinfeksi HIV. Belum lagi jika terdapat infeksi
menular seksual (IMS) yang lain, seperti GO atau klamidia yang dapat
meningkatkan penularan HIV sebesar 2-5%.
Setelah penularan melalui transmisi seksual, penularan HIV/AIDS juga
terjadi melalui alat suntik yang terkontaminasi. Penularan melalui jalur ini juga
menunjukkan peningkatan di Indonesia. Biasanya, pemakaian jarum suntik
bersama di antara orang yang terinfeksi HIV, menjadi sumber penularan utama
melalui transmisi ini. Kelompok yang berisiko tinggi terhadap penularan HIV
melalui alat suntik antara lain adalah pengguna narkoba suntik (Penasun),
terutama mereka yang berbagi jarum suntik, penggunaan jarum tato yang tidak
steril, dan para petugas kesehatan di rumah sakit melalui transmisi.
Penularan HIV/AIDS selanjutnya, terjadi melalui Ibu ke Janin. Penularan
HIV dari ibu ke bayinya pada umumnya terjadi saat persalinan. Faktor paling
utama yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah kadar HIV
(viral load) di darah ibu pada saat menjelang atau saat persalinan dan kadar HIV
di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya, satu atau dua minggu
setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh
seseorang. Pada umumnya kadar HIV tertinggi sebesar 10 juta kopi/ml darah
terjadi 3–6 minggu setelah terinfeksi. Penularan Ibu ke bayinya juga dapat terjadi
melalui pemberian ASI. Penularan melalui pemberian ASI oleh ibu yang
terinfeksi HIV akan lebih besar pada bayi yang baru lahir, penularan melalui ASI
ini yaitu antara 10-15%. Selain itu, HIV juga dapat ditularkan dari seseorang yang
terinfeksi melalui transfusi darah, transplantasi organ tubuh, dan inseminasi
artifisial.
Seperti kata pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Hal ini
pula yang perlu ditanamkan dengan penerapan program yang telah dibuat
pemerintah. Untuk menghindari penularan HIV, pemerintah dan berbagai lembaga
swadaya masyarakat menggunakan konsep “ABCDE” yang disosialisasikan
sebagai program pencegahan HIV agar mudah untuk diterapkan dan diingat.
Konsep ini juga diperkenalkan Badan Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) pada
tahun 2012.
Untuk singkatan dari B yaitu Be Faithful, artinya bersikap saling setia
kepada satu pasangan seks atau tidak berganti-ganti. Pada dasarnya siapapun yang
berhubungan seks dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan seks,
maka dapat menularkan penyakit yang didapat dari pasangan seksual sebelumnya.
Oleh karena itu, semakin sering berganti pasangan, semakin besar kemungkinan
tertular HIV. Tidak hanya HIV, namun juga berisiko terkena penyakit menular
seksual lainnya yang lebih berbahaya. Be Faithful atau setia kepada satu pasangan
menjadi salah satu jalan agar pasangan dapat saling terlindungi dari hubungan
yang tidak sehat dan memperkecil celah untuk penularan HIV/AIDS.
Selanjutnya huruf C untuk Condom, artinya mencegah penularan
HIV/AIDS melalui hubungan seksual dengan menggunakan Kondom. Kondom
atau jaswadi merupakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan atau
penularan penyakit kelamin pada saat melakukan hubungan seks. Penggunaan
kondom ini dinilai sangat efektif mencegah penularan HIV. Menurut Dr Kemal
Siregar, Sekretaris Komisi Pengendalian AIDS Nasional (KPAN), dalam acara
Konferensi Pers Pekan Kondom Nasional 2013, di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto,
Jakarta, Kamis (14/11/2013) mengatakan "Hampir 80% penularan HIV berasal
dari hubungan seks tidak aman. Angka ini menunjukkan masih kurangnya
penggunaan kondom di kalangan lelaki berisiko tinggi. Sementara berbagai upaya
untuk mempromosikan penggunaan kondom telah banyak dilakukan, namun
masih dibutuhkan promosi lebih gencar lagi untuk mendorong adanya kesadaran
perubahan perilaku,".
Lalu, untuk huruf D untuk don't use drugs, berarti Dilarang menggunakan
narkoba. Atau bisa juga Don’t Share Syringe yang berarti jangan memakai jarum
suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain. Berdasarkan
data IBBS (Integrated Biological-Behavioral Surveillance), pengguna Narkoba
suntik (Penasun) merupakan kelompok yang sangat berisiko terhadap HIV/AIDS
karena perilaku berbagi peralatan suntik Narkoba secara bergantian menyebabkan
penularan HIV/AIDS lebih tinggi dibandingkan dengan cara penularan
lain. Menurut data Departemen Kesehatan (Depkes) dilaporkan bahwa banyaknya
pengguna NAPZA suntik terhadap semua kasus HIV di Indonesia sebesar 19,9% -
22,1% sampai tahun 2001 dan 2003. Narkoba memang membawa banyak sekali
dampak negatif, apapun bentuknya. Maka dari itu larangan dalam penggunaan
narkoba perlu kita patuhi bersama.
Kemudian yang terakhir, yaitu E untuk Equipment, artinya artinya
gunakanlah peralatan steril..Sterilisasi jarum suntik dan alat yang melukai kulit
seperti tindik, di tato, tidak menggunakan pisau cukur bekas dan sikat gigi
bersama orang lain. Tidak menggunakan narkoba suntikan atau pemakaiannya
segera dihentikan dan mengikuti pemulihan (Yanto dan Ernawati, 2016). Huruf E
ini juga bisa diartikan sebagai Education atau pendidikan. Pendidikan perlu
didapat oleh semua kalangan agar dapat menghindari dari hal-hal negatif dan
dapat memproses informasi yang diperlukan dengan baik.
PENUTUP
Mengingat bahwa penyebaran yang HIV terus meningkat maka diperlukan
kepedulian dari semua pihak yang terkait dengan program penanggulangan HIVAIDS untuk secara proaktif terlibat dalam komunikasi, penyebaran informasi
maupun melakukan edukasi kepada masyarakat khususnya kelompok dengan
resiko tinggi.
Dengan adanya gerakan atau konsep ABCDE yaitu ini, A untuk
abstinence, B untuk be faithful, C untuk condom, D untuk don't use drugs dan E
untuk equipment. diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan
HIV/AIDS yang ada di Indonesia. Mari kita bersama wujudkan Indonesia yang
sehat dengan menerapkan pola hidup sehat dan pencegahan penyakit seperti
HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
A. Ahmad, P. Riono & J. Anwar, Situasi Perilaku Be Tertular HIV di
Indonesia (Jakarta: BPS, Departemen Kesehatan, 2006) juga, D. K. R. Indonesia,
Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Konseling dan Testing HIV dan AIDS Secara
Sukarela (Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2009), dan NAC, Mengenal dan
Menanggulangi, 2010
Husein, P., Purnama, A., & Rovigis, R. (2015). Informasi Dasar dan
Penanganan HIV dan AIDS. Jurnal Ledalero, 14(2), 217-239.
Nurwati, N., & Rusyidi, B. (2019). Pengetahuan Remaja Terhadap HIV-AID.
Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 5(3), 288-293.
Purwaningsih, S. S., & Widayatun, N. F. N. (2008). Perkembangan HIV
dan AIDS Di Indonesia: Tinjauan Sosio Demografis. Jurnal Kependudukan
Indonesia, 3(2), 75-95.