Senin, 22 Februari 2021

“Menuju Indonesia yang Lebih Sehat Bersama Gerakan ABCDE Dalam Upaya Penerapan Pencegahan HIV/AIDS”


 Oleh : Adina Mardhatillah

(Departemen Kesekretariatan)


PENDAHULUAN 

     Indonesia masih berjuang dalam menekan angka penyebaran HIV/AIDS yang kian meningkat. Menurut data UNAIDS atau program PBB untuk HIV/AIDS, menyebutkan bahwa setiap tahunnya ada 46.000 kasus infeksi baru di Indonesia. Jumlah tersebut tentu sangat banyak jika dibandingkan dengan negara tetangga, Thailand yang hanya 6.000 per tahun. Peningkatan yang terjadi ini menunjukkan bahwa situasi penanganan HIV/AIDS di Indonesia masih belum mumpuni. Bahkan UNAIDS juga menyebutkan bahwa dilihat dari data pada tahun 2019, Indonesia menduduki peringkat Ke-3 terbanyak dalam jumlah penyebaran HIV Se-Asia Pasifik setelah India dan China. 

      HIV dan AIDS seringkali dianggap sama, padahal keduanya adalah hal yang berbeda meskipun berkaitan. HIV atau Human Immunodeficiency Virus sendiri adalah virus yang menyerang kekebalan tubuh, yang secara spesifiknya menyerang sel CD4 atau yang kita kenal dengan sebutan sel darah putih. Sel darah putih merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia, karena ia berfungsi untuk melawan mikroorganisme asing pembawa infeksi dan penyakit seperti virus, bakteri dan parasit. Sedangkan untuk AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang ditimbulkan dari infeksi HIV yang sudah parah, yaitu infeksi yang berada pada stadium 3.

       Masih kurangnya pemahaman masyarakat mengenai HIV/AIDS menjadi salah satu faktor mengapa penyebaran HIV/AIDS meningkat setiap tahunnya. Orang yang terinfeksi HIV atau Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) seringkali tidak menyadari bahwa ia telah tertular. Kondisi ini jika tidak segera ditangani akan memperparah keadaan dari orang tersebut karena penyakitnya yang berisiko lebih sulit untuk diobati.

    Laporan UNAIDS pada akhir 2017 menunjukkan ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS atau Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Namun dari total populasi itu, hanya sekitar 75% orang yang menyadari mereka mengidap kondisi ini. Laporan ini juga mencatat sekitar 940.000 orang di dunia meninggal akibat penyakit yang muncul sebagai komplikasi AIDS. 

    Menurut Krittayawan Boonto yang merupakan perwakilan UNAIDS di Indonesia saat dijumpai di Gedung Teater Salihara, Pada Senin 9 Desember 2019, mengatakan bahwa Indonesia adalah 1 dari 20 negara yang berkontribusi dalam jumlah HIV terbanyak di dunia. Saat inipun Indonesia masih punya tantangan soal stigma mengenai ODHA yang juga kurang dalam supportnya. Stigma negatif yang selalu melekat baik pada penyakitnya dan pengidapnya masih sangat sulit terlewati. 

    Fakta-fakta mengenai daruratnya penyebaran HIV/AIDS merupakan tantangan yang harus dihadapi, tidak hanya bagi pemerintah namun juga untuk seluruh lapisan masyarakat. Semua pihak perlu bekerjasama dalam menerapkan solusi bagi penyebaran dan pengendalian HIV/AIDS agar hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat adalah dengan memperkenalkan bahaya apa saja yang dapat ditimbulkan HIV/AIDS serta upaya pencegahan apa yang dapat dilakukan. Dalam upaya pencegahan tersebut ada gerakan yang disebut dengan ABCDE. Gerakan ini merupakan singkatan dari A untuk abstinence, B untuk be faithful, C untuk condom, D untuk don't use drugs dan E untuk equipment. Gerakan ABCDE ini disosialisasikan oleh Kementerian Kesehatan dengan harapan dapat menurunkan angka kasus HIV/AIDS yang ada di Indonesia.

ISI 

    Salah satu hambatan yang besar dalam upaya pencegahan HIV/AIDS berkaitan dengan stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Stigma tersebut berupa anggapan bahwa penyakit HIV didapat dari perilaku tidak bermoral yang tidak dapat diterima di masyarakat. Padahal ada berbagai perantara yang dapat menyebabkan infeksi dari penyakit ini. Munculnya stigma ini timbul karena masih minimnya pengetahuan masyarakat. Dalam upaya pencegahan HIV/AIDS masyarakat tidak hanya perlu mengetahui, namun juga perlu memahami tentang bagaimana sebenarnya bahaya dari HIV. 

    Ada berbagai jalur transmisi dalam penularan HIV/AIDS. Yang pertama adalah melalui kontak seksual. Jalur ini sering terjadi karena hubungan seks yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi HIV. Belum lagi jika terdapat infeksi menular seksual (IMS) yang lain, seperti GO atau klamidia yang dapat meningkatkan penularan HIV sebesar 2-5%. Setelah penularan melalui transmisi seksual, penularan HIV/AIDS juga terjadi melalui alat suntik yang terkontaminasi. Penularan melalui jalur ini juga menunjukkan peningkatan di Indonesia. Biasanya, pemakaian jarum suntik bersama di antara orang yang terinfeksi HIV, menjadi sumber penularan utama melalui transmisi ini. Kelompok yang berisiko tinggi terhadap penularan HIV melalui alat suntik antara lain adalah pengguna narkoba suntik (Penasun), terutama mereka yang berbagi jarum suntik, penggunaan jarum tato yang tidak steril, dan para petugas kesehatan di rumah sakit melalui transmisi.

    Penularan HIV/AIDS selanjutnya, terjadi melalui Ibu ke Janin. Penularan HIV dari ibu ke bayinya pada umumnya terjadi saat persalinan. Faktor paling utama yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah kadar HIV (viral load) di darah ibu pada saat menjelang atau saat persalinan dan kadar HIV di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya, satu atau dua minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh seseorang. Pada umumnya kadar HIV tertinggi sebesar 10 juta kopi/ml darah terjadi 3–6 minggu setelah terinfeksi. Penularan Ibu ke bayinya juga dapat terjadi melalui pemberian ASI. Penularan melalui pemberian ASI oleh ibu yang terinfeksi HIV akan lebih besar pada bayi yang baru lahir, penularan melalui ASI ini yaitu antara 10-15%. Selain itu, HIV juga dapat ditularkan dari seseorang yang terinfeksi melalui transfusi darah, transplantasi organ tubuh, dan inseminasi artifisial.

    Seperti kata pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Hal ini pula yang perlu ditanamkan dengan penerapan program yang telah dibuat pemerintah. Untuk menghindari penularan HIV, pemerintah dan berbagai lembaga swadaya masyarakat menggunakan konsep “ABCDE” yang disosialisasikan sebagai program pencegahan HIV agar mudah untuk diterapkan dan diingat. Konsep ini juga diperkenalkan Badan Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) pada tahun 2012.

    Untuk singkatan dari B yaitu Be Faithful, artinya bersikap saling setia kepada satu pasangan seks atau tidak berganti-ganti. Pada dasarnya siapapun yang berhubungan seks dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan seks, maka dapat menularkan penyakit yang didapat dari pasangan seksual sebelumnya. Oleh karena itu, semakin sering berganti pasangan, semakin besar kemungkinan tertular HIV. Tidak hanya HIV, namun juga berisiko terkena penyakit menular seksual lainnya yang lebih berbahaya. Be Faithful atau setia kepada satu pasangan menjadi salah satu jalan agar pasangan dapat saling terlindungi dari hubungan yang tidak sehat dan memperkecil celah untuk penularan HIV/AIDS. 

    Selanjutnya huruf C untuk Condom, artinya mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual dengan menggunakan Kondom. Kondom atau jaswadi merupakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan atau penularan penyakit kelamin pada saat melakukan hubungan seks. Penggunaan kondom ini dinilai sangat efektif mencegah penularan HIV. Menurut Dr Kemal Siregar, Sekretaris Komisi Pengendalian AIDS Nasional (KPAN), dalam acara Konferensi Pers Pekan Kondom Nasional 2013, di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (14/11/2013) mengatakan "Hampir 80% penularan HIV berasal dari hubungan seks tidak aman. Angka ini menunjukkan masih kurangnya penggunaan kondom di kalangan lelaki berisiko tinggi. Sementara berbagai upaya untuk mempromosikan penggunaan kondom telah banyak dilakukan, namun masih dibutuhkan promosi lebih gencar lagi untuk mendorong adanya kesadaran perubahan perilaku,". 

    Lalu, untuk huruf D untuk don't use drugs, berarti Dilarang menggunakan narkoba. Atau bisa juga Don’t Share Syringe yang berarti jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain. Berdasarkan data IBBS (Integrated Biological-Behavioral Surveillance), pengguna Narkoba suntik (Penasun) merupakan kelompok yang sangat berisiko terhadap HIV/AIDS karena perilaku berbagi peralatan suntik Narkoba secara bergantian menyebabkan penularan HIV/AIDS lebih tinggi dibandingkan dengan cara penularan lain. Menurut data Departemen Kesehatan (Depkes) dilaporkan bahwa banyaknya pengguna NAPZA suntik terhadap semua kasus HIV di Indonesia sebesar 19,9% - 22,1% sampai tahun 2001 dan 2003. Narkoba memang membawa banyak sekali dampak negatif, apapun bentuknya. Maka dari itu larangan dalam penggunaan narkoba perlu kita patuhi bersama.

  Kemudian yang terakhir, yaitu E untuk Equipment, artinya artinya gunakanlah peralatan steril..Sterilisasi jarum suntik dan alat yang melukai kulit seperti tindik, di tato, tidak menggunakan pisau cukur bekas dan sikat gigi bersama orang lain. Tidak menggunakan narkoba suntikan atau pemakaiannya segera dihentikan dan mengikuti pemulihan (Yanto dan Ernawati, 2016). Huruf E ini juga bisa diartikan sebagai Education atau pendidikan. Pendidikan perlu didapat oleh semua kalangan agar dapat menghindari dari hal-hal negatif dan dapat memproses informasi yang diperlukan dengan baik.

PENUTUP 

    Mengingat bahwa penyebaran yang HIV terus meningkat maka diperlukan kepedulian dari semua pihak yang terkait dengan program penanggulangan HIVAIDS untuk secara proaktif terlibat dalam komunikasi, penyebaran informasi maupun melakukan edukasi kepada masyarakat khususnya kelompok dengan resiko tinggi. Dengan adanya gerakan atau konsep ABCDE yaitu ini, A untuk abstinence, B untuk be faithful, C untuk condom, D untuk don't use drugs dan E untuk equipment. diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan HIV/AIDS yang ada di Indonesia. Mari kita bersama wujudkan Indonesia yang sehat dengan menerapkan pola hidup sehat dan pencegahan penyakit seperti HIV/AIDS.



DAFTAR PUSTAKA 

A. Ahmad, P. Riono & J. Anwar, Situasi Perilaku Be Tertular HIV di Indonesia (Jakarta: BPS, Departemen Kesehatan, 2006) juga, D. K. R. Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Konseling dan Testing HIV dan AIDS Secara Sukarela (Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2009), dan NAC, Mengenal dan Menanggulangi, 2010 

Husein, P., Purnama, A., & Rovigis, R. (2015). Informasi Dasar dan Penanganan HIV dan AIDS. Jurnal Ledalero, 14(2), 217-239. Nurwati, N., & Rusyidi, B. (2019). Pengetahuan Remaja Terhadap HIV-AID. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 5(3), 288-293. Purwaningsih, S. S., & Widayatun, N. F. N. (2008). Perkembangan HIV dan AIDS Di Indonesia: Tinjauan Sosio Demografis. Jurnal Kependudukan Indonesia, 3(2), 75-95.

3 komentar:

Kontak

Kontak UKM PRISMA

Ingin lebih mengenal UKM PRISMA Universitas Palangka Raya? Anda dapat mengirimkan DM ke Sosial Media Resmi UKM PRISMA Universitas Palangka Raya

Instagram

@ukmprisma.upr

Facebook

PRISMA UPR

Email

pkm.upr@gmail.com

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Proses Sederhana Terciptanya Semangka Tanpa Biji (Triploid)

  Elynius Gowasa (Ketua Umum UKM PRISMA 2021) Hai popers… pernah tau ngak bagaimana semangka tanpa biji bisa tercipta? Pasti disini ada yang...

Search

Pengikut